35 ALPHA
"Dia gila," gumam Juni, terperangah.
Juni memang tahu bahwa Zeze ini gila, tapi ia tidak pernah mengira bahwa dia segila ini. Otaknya benar-benar bermasalah. Juni sama sekali tidak berani melihat bagaimana reaksi mereka. Apakah jadinya akan ada pertumpahan darah malam ini?
Jika benar, maka mungkin ini adalah hari tersialnya. Ia sudah cukup nyaman dengan Volta dan Luna. Mereka berdua tidak memandangnya sebelah mata seperti yang lainnya. Apakah sekarang ia diharuskan untuk mengambil nyawa kedua gadis itu?
Zeze membuka kotak berisi kokakia di atas meja. Ia mengambil satu dari 12 buah kue itu lalu menggigitnya sambil menikmati berbagai macam ekspresi dari orang-orang di sekitarnya.
"Kenapa? Apakah ada salah satu keluarga kalian yang pernah kami bunuh?"
Tak ada jawaban. Orang-orang itu masih menatapnya dengan mata kosong dan mulut menganga. Bagaimana bisa dia mengatakannya dengan sangat santai?
Hal yang sama juga dirasakan Obi, Juni, dan Rhea. Terlebih lagi Juni, gadis itu sudah ingin melempar Zeze keluar saat itu juga dan mengatakan bahwa Zeze itu mempunyai gangguan jiwa kepada mereka semua. Namun rasanya itu tidaklah mungkin.
Sementara Rhea, jantungnya berdegup cepat mewanti-wanti apa yang selanjutnya akan dilakukan adiknya ini. Walaupun ia tahu, Zeze tidak akan pernah melakukan apa pun yang akan membahayakan Énkavma, tapi situasi ini tidak dapat membohongi degup jantungnya yang kian menggebu.
Obi pun berpikiran sama dengan Rhea. Ia tumbuh besar bersama Zeze, jadi ia tahu lebih banyak tentangnya daripada kakak-kakaknya di Énkavma. Karena itulah jantungnya tidak segemuruh milik Rhea atau Juni. Obi mencoba untuk tetap duduk di sampingnya dengan tenang sembari mengamati sisi kiri wajah sahabatnya itu.
"Tidak ada kan?" Zeze menjawab pertanyaannya sendiri. "Tentu saja tidak ada. Dia tidak akan sebodoh itu untuk membiarkan para sampah penjilat berada di dekatnya." Kion sadar sarkasme itu diarahkan untuknya. Tapi ia hanya diam seperti tak menyadari apa pun.
"Pamanku..." tiba-tiba Airo berbicara dengan matanya yang kosong "Arwin Laktisma, kalian membunuhnya 2 tahun lalu."
Zeze menatapnya tenang, "apakah kau tahu apa yang dilakukannya?"
Airo masih menatapnya dengan pandangan kosong tanpa keinginan untuk menjawab.
"Tentu saja tidak," Zeze terkekeh, lalu melanjutkan kalimat yang berhasil membuat mata kosong Airo membelalak lebar. "Kau tahu kasus hilangnya para aktivis HAM? Dia yang melakukannya. Dia menculik para aktivis yang menentang kebijakan-kebijakannya.
"Mana mau media menyiarkan hal ini? Itu akan memperburuk citra keluargamu ya kan? Kau tahu apa yang kami temukan di ruang bawah tanahnya? Beratus-ratus tawanan dari para aktivis yang hampir mati berjejer di sana. Bahkan mereka buang air di tempat itu, tercampur dengan makanan mereka."
"Benar." Obi membenarkan. Tangannya terkepal kuat di atas pahanya mengingat pemandangan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
Zeze menoleh ke arah Obi, "ah, benar. Obi yang ikut ke sana. Jadi kau bisa menanyakan detailnya kepadanya, karena waktu itu aku tidak ikut."
Ia melanjutkan, "aku dan Alpha kalian membuat kesepakatan." Zeze memutus kalimatnya dengan menjejalkan kokakia sepenuhnya ke dalam mulutnya.
"Apa isi kesepakatan kalian?" Tanya Obi penasaran.
Zeze mengangkat tangannya, menyuruhnya menunggu selagi ia menelan kue itu. Ketika mulutnya telah kosong, Zeze menjawab, "membantunya merebut kembali Aplistia." Dan seperti dugaannya, Obi dan yang lainnya pasti terkejut bukan main.
"Balasannya bagiku adalah, dia akan mempermudah jalanku. Ah, dan tenang saja, kami tidak benar-benar bertunangan kok," tambah Zeze. Dan yang satu ini berpengaruh besar pada Luna.
"Ya, walaupun orang tua kami seenaknya mengatur-atur kami seperti boneka untuk kepentingan politik mereka. Tapi tidak masalah, tak ada satu pun dari kami yang menganggap ini serius. Jadi tenang saja. Begitu semua ini selesai, kami berempat akan menghilang dari kehidupan kalian, dan kabar baiknya, Alpha kalian mendapatkan apa yang dia inginkan. Setelah itu, tamat. Happy end."
Semuanya bungkam, berkutat dalam pikiran masing-masing. Kenyataan ini memang tidak mudah untuk mereka terima. Bayangkan saja, besar kemungkinan mereka akan melawan teman mereka sendiri.
"Ada tambahan?" Zeze bertanya kepada Kion. Sambil menunggu, ia mengikat rambutnya menjadi satu ke belakang.
Terjadi hening sesaat sebelum pangeran itu berbicara dengan nada penuh otoriter dan kewibawaan, "dengarkan, kalian yang membawa nama keluarga yang melayani keturunan Kronos."
Sontak, mereka semua bangkit dari sofa dan berlutut dengan satu kaki menghadap Kion.
Zeze, Obi, Juni, dan Rhea tidak menyangka mereka akan melakukan adegan ini. Mereka bangkit dan memilih mundur, membiarkan para anak bangsawan itu melakukan sumpah setia mereka terhadap Sang Alpha.
Dengan suara penuh ketegasan, Driko berbicara seperti telah terlatih melakukan ini sebelumnya, "Andrikos Deka Megaloan, putra kedua Duke Megaloan, menghadap Yang Mulia Kion Ropalo Zesto. Mewakili yang lainnya, siap mendengar perintah Anda."
Kepala mereka semua tertunduk, tak ada yang berani mengangkat kepala menatap Sang Pangeran Mahkota.
"Aku memberi kalian tugas. Jadikan aku sebagai Raja ke-20 Aplistia."
Tanpa ada keraguan, mereka serentak berkata "siap," dengan tegas dan mantap. Tak ada sedikit pun kegoyahan di hati mereka ketika menjawab titah Sang Alpha, seakan mereka telah lama menantikan ini semua.
"Angkat kepala kalian."
Dengan satu perintah itu, mereka semua mengangkat kepala, memandang penuh hormat dan kekaguman kepada sosok Alpha mereka.
"Kami berjanji bahwa kami tidak akan pernah mengecewakan Yang Mulia," ujar Froura serius.
"Jiwa dan raga kami sepenuhnya milik Yang Mulia," tambah Luna dengan mantap.
"Kami akan mengabulkan apa pun keinginan Yang Mulia." Saga berjanji dengan sungguh-sungguh.
"Kami akan setia melayani Yang Mulia walaupun tubuh kami hancur sekalipun," ungkap Volta dari lubuk hatinya yang paling dalam.
"Keinginan Anda adalah perintah bagi kami," sambung Airo.
Lengkaplah sudah upacara kesetiaan keenam orang itu. Di sisi lain, Zeze, Obi, Juni, dan Rhea dibuat mematung ketika melihat pemandangan menakjubkan di hadapan mereka.
Ternyata hubungan keenam orang itu terhadap Kion lebih kuat dari yang mereka duga. Walau memang tidak terlalu mengherankan. Para keluarga bangsawan pasti akan selalu setia kepada Raja mereka. Karena di dalam darah mereka juga mengalir keterikatan yang kuat terhadap para keturunan kerajaan Aplistia, yang menurut kepercayaan rakyatnya adalah keturunan Kronos, ayah para dewa.
Kion bangkit dari duduknya dan membuka jas kerajaannya. Dan seperti biasa, Froura langsung sigap berdiri dan menerima jas itu.
"Ayo bangun. Sudah larut, sebaiknya kalian kembali ke kamar masing-masing." Kion berjalan begitu saja melewati mereka.
"Dimengerti." Mereka menjawab serempak. Setelah Kion hilang dari balik tangga penghubung lantai satu dan dua, mereka pun beranjak berdiri.
========
Hari berlayar sebagaimana mestinya. Tak ada perubahan-perubahan semenjak kejadian itu yang mana membuat Juni menghela napas lega. Ia kira setelah malam itu akan terjadi pertumpahan darah dan suasana menjadi tegang, tapi ternyata tidak. Mereka benar-benar mengikuti perintah Alpha mereka.
Keesokan harinya, di hari pertama sekolah setelah liburan tahun baru, mereka tetap duduk di satu meja yang sama pada jam istirahat. Dan kali ini mereka akan mendiskusikan kejadian tadi malam.
"Kalian ingin memesan apa?" Tanya Juni kepada kesepuluh orang itu.
"Amygdalota dan lemon tea," jawab Volta antusias.
"Aku juga, tapi minumnya air saja," timpal Luna.
Froura mengangkat tangan. "Aku dan Saga, Moussaka."
"Souvlaki, yang pedas ya." Tambah Airo, menaik-turunkan kedua alisnya
"Aku kopi saja, jangan banyak-banyak gulanya," pesan Obi.
"Aku jus alpukat dan salad saja," ujar Rhea.
"Loukoumades dan thai tea original," kata Driko datar.
Juni mengangguk-angguk sambil menceklis pesanan mereka satu per satu di atas kaca meja yang telah terpampang LED dengan tampilan menu makanan. Jarinya bahkan tidak perlu benar-benar menyentuh layar karena dilengkapi dengan high quality censor. Semua meja di kantin memiliki sistem ini, dan karena Juni duduk paling tengah, jadi dirinyalah yang memesan.
Juni menoleh ke arah Kion, "bagaimana dengan Tuan Pangeran?" Tanyanya. Gaya bicaranya sama sekali tidak kaku.
Kion hanya menggeleng tanpa mengalihkan matanya dari buku.
"Aku semuanya," celetuk Zeze.
Juni mendelik ke arahnya, "pesan sendiri!" Sergahnya dan langsung pergi mencuci tangan di wastafel dekat dinding.
"Sepertinya dia masih marah kepadamu," kata Driko.
Zeze yang duduk di hadapannya hanya mengangkat bahu tidak peduli, "biarkan saja, nanti juga dingin sendiri."
"Jadi, bagaimana?" Satu pertanyaan Rhea berhasil mengundang semua mata memandangnya. Bahkan Kion pun bersedia menutup bukunya.
"Menurut perkiraanku, mungkin saja mereka itu para Bagian Kanan." Airo berpendapat.
"Apa itu 'Bagian Kanan'?" Tanya Zeze, tidak mengerti.
"Jadi begini," Driko berdeham seraya memajukan duduknya.
Obi bersiul sehingga membuat Driko terkekeh kecil. "Oke," Driko memulai. "Di dalam keluarga keturunan kerajaan yang berbeda-beda itu..." ia berhenti dan menatap Zeze dengan serius, "kau sudah tahu kan?"
Zeze mengangguk. Ia membayangkan nama-nama keluarga kerajaan Aplistia di dalam kepalanya. Zesto, Enochlei, Ankhatia, Asteri, Edafos, Haedos, Algarius, Aposto, Qiseidon, dan yang terakhir Zilevo. Semuanya berjumlah sepuluh. Untung saja ia masih ingat karena selalu dicecar oleh Madam Thoryvos.
"Mungkin tidak banyak yang menyinggung ini, tapi hal ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan para bangsawan. Di Aplistia terdapat 3 kubu yaitu kubu kanan, kiri, dan tengah." Driko menyapukan matanya ke setiap wajah yang menatapnya dengan serius.
"Kubu kanan adalah mereka yang berada pada faksi bangsawan, atau yang pro terhadap para bangsawan. Enochlei adalah keluarga kerajaan yang berdiri di kubu kanan. Keluarga ini adalah perdana menteri turun temurun Kerajaan Aplistia. Sampai akhirnya ayah Kion, Yang Mulia Raja Gen Naios Zesto, membubarkan sistem kerajaan ini 10 tahun yang lalu.
"Sampai saat itu, beberapa keluarga kerajaan ikut mengambil jalan kanan ini. Contohnya: Edafos, Algarius, dan Aposto.
"Sementara untuk yang kubu kiri, tentunya adalah faksi yang pro terhadap raja resmi mereka, keluarga Zesto. Nah, yang berada di kubu ini adalah: Asteri, Haedos, Qiseidon, dan Zilevo.
"Dan kubu tengah adalah keluarga kerajaan yang sama sekali tidak ingin ikut campur terhadap urusan kedua belah kubu. Tentunya kau sudah tahu kan siapa itu?" Driko bertanya dan Zeze mengangguk. Driko telah mengucapkan sembilan keluarga kerajaan, maka tersisa satu lagi.
"Ankhatia sama sekali tidak memihak kedua belah kubu ini. Bahkan selama berpuluh-puluh tahun sebelumnya, Ankhatia hanya sebagai pengamat yang mengawasi perang saudara antara kedua belah kubu tanpa ada niatan untuk ikut campur.
"Tapi itu semua terbantahkan saat Yang Mulia Ratu Mionares Dean Ankhatia menikah dengan Yang Mulia Raja. Hal itu membuktikan untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Ankhatia memihak salah satu kubu itu."
"Memangnya di dalam Ankhatia, belum pernah ada keturunan dari anggota keluarga lain?" Tanya Zeze.
Driko berdecak, "kau ini bagaimana!? Bukannya kau ini seorang Ankhatia?"
Zeze mengangkat bahu, "aku saja baru mengetahui hal-hal tentang kerajaan ini dari Madam Thoryvos."
Driko mendengus, "oke, dengarkan. Ankhatia dari dulu selalu turun-menurun melakukan pernikahan inter."
Mata Zeze terbelalak, "incest?" Gumamnya kaget. "Kau tahu kan, pernikahan sedarah itu tidak baik bagi keturunan karena dapat menimbulkan kecacatan dan kerusakan di bagian tertentu..."
"Ya mungkin itulah mengapa ibumu tidak waras, Ze," sambar Juni yang baru kembali duduk.
Zeze mengangguk, "mungkin itu salah satunya."
Yang lainnya tercengang. Bagaimana bisa bahkan anaknya sendiri menghina Putri Vourtsa yang terkenal itu.
"Dan itulah masalahnya," timpal Obi, "anaknya pun menjadi aneh seperti alien."
Zeze melayangkan pandangan sengit ke arahnya. Ia mencoba tenang lalu berkata, "sebenarnya aku sudah tahu bahwa seorang anggota kerajaan pasti hanya memiliki dua kemungkinan, menikah dengan anggota kerajaan lain atau dengan bangsawan tingkat tinggi seperti Duke atau Marquess. Tapi untuk melakukannya dengan seorang keturunan Marquess terbilang jarang. Kecuali jika pihak keluarga kerajaan tersebut telah menyetujui."
Tentu saja ia tahu, hal itulah yang membuatnya terpisah dari cinta pertamanya. Dan mengingat itu langsung membuatnya murung. Tapi ia cepat-cepat memperbaiki ekspresinya. Akhirnya sekarang ia mengerti alasan mengapa Silian selalu memanggilnya darah kotor.
"Lanjutkan, Dri." Rhea meminta.
Driko berdeham, "ya... begitulah akhirnya. Sebenarnya para kedua kubu selalu waswas terhadap pergerakan Ankhatia. Karena yang bergerak diam-diam tanpa tercium itulah yang paling berbahaya. Dan juga, ada yang berpendapat bahwa Ankhatia adalah pihak ketiga yang merancang perselisihan antara kedua belah kubu dari balik layar.
"Sampai akhirnya, karena sekarang Ankhatia memihak kubu kiri... ya, kalian tahu sendiri bagaimana jadinya. Kubu kanan tentu saja kalang kabut. Dan pertunangan Roze dan Kion adalah hal bagus untuk tambah memanasi mereka.
"Hal ini berlaku juga untuk para bangsawan. Walaupun tidak terlalu terlihat, pastinya mereka juga telah memilih kubu masing-masing untuk mereka ikuti. Dan di setiap keluarga bangsawan pasti ada satu atau lebih keluarga kerajaan yang mereka beri sumpah setia. Ada yang menunjukkannya terang-terangan, ada yang tidak.
"Sebagai contoh untuk yang menunjukkannya secara terang-terangan adalah keluarga kami."
Zeze melihat mereka satu per satu. Kemudian matanya berhenti di wajah Driko dengan tatapan seperti memintanya untuk melanjutkan.
Driko pun mengerti dan berkomentar, "untuk yang sembunyi-sembunyi, mereka itu adalah orang paling plin-plan yang tak punya pendirian. Mereka takut menunjukkan di pihak mana mereka berdiri."
"Justru yang seperti itulah yang berbahaya," timpal Rhea. "Mereka mencoba menarik kepercayaan dari kedua belah kubu yang sedang berselisih agar mendapat keuntungan."
"Ya, contohnya seperti Earl Mavros," Juni menyambar dengan entengnya sehingga mengundang setiap pasang mata menatapnya.
"Apa? Itu kenyataan. Jadi, Tuan Pangeran tidak perlu pusing-pusing mendengarkan mulut palsu mereka. Kalau perlu, aku rela jika kalian membasmi mereka sekarang juga. Aku dapat membeberkan tindak pidana yang mereka lakukan seperti korupsi dan sebagainya..."
"Benar-benar anak yang berbakti." Luna menggeleng, pura-pura kagum. Dari sini dapat dilihat betapa Juni membenci keluarganya.
"Kita kembali ke topik awal," Zeze menginterupsi. "Jadi maksudmu yang berniat membunuhku adalah mereka, para kubu kanan?"
"Mungkin saja. Sebenarnya, percobaan pembunuhan sering kali terjadi saat kami sedang menghadiri suatu acara. Contohnya seperti racun dan sebagainya. Tapi tentu saja tidak terang-terangan, dan untung saja tidak ada yang berhasil," jawab Driko.
Zeze mengangguk paham sembari menyandarkan punggungnya ke kepala kursi. Sepertinya selain sebagai Artemis, sebagai Rozeale Ankhatia pun hidupnya juga tidak akan tenang.
"Sebenarnya, masih terdapat 2 keluarga keturunan kerajaan lagi yang belum Driko sebutkan," ujar Volta tiba-tiba, sehingga sekarang gilirannyalah yang mendapatkan perhatian semua orang di meja itu.
Namun suasana serius itu harus terganggu oleh kehadiran pelayan yang membawa pesanan mereka masing-masing.
========
"...tapi, apakah Yang Mulia tahu?" Madam Thoryvos berhenti sejenak ketika melihat Zeze sedang membuat balon dengan permen karet di mulutnya.
"Tuan Putri Rozeale Ankhatia."
Zeze melihat ke arahnya dengan perasaan dongkol. Ia paling tidak suka jika seseorang memanggil nama lengkapnya.
"Yang Mulia... tolonglah? Hanya tinggal 1 jam lagi." Madam Thoryvos sepertinya sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menghadapi Tuan Putri satu ini.
"Baiklah, baiklah." Zeze mengambil selembar tisu di pinggir meja dan melepehkan permen karetnya di sana.
"Selesai, sekarang Anda dapat melanjutkan." Zeze menyeringai lebar. Madam Thoryvos yang melihatnya hanya bisa mendesah pasrah.
"Baiklah, apakah Anda tahu bahwa keluarga keturunan kerajaan itu ternyata ada dua belas?"
'Ah, ternyata ini.' Zeze tersenyum penuh arti dan menumpu dagunya dengan telapak tangan.
"Pada awalnya, anggota keluarga keturunan kerajaan Aplistia berjumlah dua belas. Dua yang lain yaitu Velosa dan Westafo."
Ini yang kemarin dijelaskan Volta. Kedua keluarga itu sekarang telah hilang karena tidak ada lagi keturunannya yang tersisa. Tidak ada yang pernah tahu penyebabnya.
Tapi Tunggu... tidak ada? Bagaimana dengan wanita di hadapannya ini? Dia adalah salah satu ahli sejarah terhebat di Aplistia. Bukan hanya sejarah kerajaan ini yang dia ketahui, tapi juga dunia.
"Ma'am, apa Anda tahu kenapa mereka bisa menghilang?" Untuk pertama kalinya, Zeze berpartisipasi dalam pelajaran ini, sehingga mau tak mau Madam Thoryvos agak terkejut.
Alis Zeze bertaut, 'apa-apaan reaksinya itu?'
Madam Thoryvos berdeham, "sebenarnya, di kerajaan ini terdapat tiga kubu-"
"Kanan, kiri dan tengah," potong Zeze tidak sabar. "Aku sudah tahu itu semua."
Madam Thoryvos mengangguk puas, "Velosa dan Westafo, keduanya mengambil kubu kiri. Tapi karena mereka berdua membangkang saat masa pemerintahan Raja ke-13, Raja Edwand Gaia Zesto, para kubu kiri mengasingkan mereka.
"Tapi nyatanya, ketika para kubu kanan yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Laselo Q. Enochlei, mengajak untuk bersekutu, mereka tetap tidak mau.
"Mereka juga tidak mengambil jalan tengah seperti Ankhatia. Dan jadilah mereka terombang-ambing. Kubu kiri sudah tak ingin mengakui mereka, berarti sudah tak ada lagi yang melindungi mereka.
"Kubu kanan mengambil kesempatan itu untuk menghancurkan mereka. Karena seperti yang Anda tahu, dalam suatu persaingan, akan lebih mudah jika lawannya semakin sedikit.
"Akhirnya satu per satu keturunan mereka ada yang dinyatakan bersalah atas beberapa tindak pidana, seperti korupsi, kudeta, dan hal sebagainya, yang kebanyakan tuduhan tersebut tanpa bukti yang kuat. Yang Mulia Raja juga tidak turun tangan membantu mereka karena mereka sudah tidak ada campur tangannya lagi dengan beliau.
"Dan akhirnya aset mereka pun habis tanpa sisa. Mereka juga telah mati di hati para rakyat. Karena melihat Raja Edwand tidak melakukan apa-apa tentang masalah ini, para rakyat berasumsi bahwa mereka memang benar bersalah.
"Seperti yang Anda tahu, Rakyat Aplistia sangat setia terhadap para anggota kerajaan terutama keluarga Zesto, keluarga yang turun-menurun selalu menjadi Raja Aplistia."
"Tapi tidak mungkin mereka menghilang begitu saja," timpal Zeze. "Terlalu ada yang janggal."
Mata tajam Madam Thoryvos membulat. Ia kaget ternyata pikiran Zeze telah sampai sana. "Benar. Mungkin sejarah mencatat bahwa Velosa dan Westafo telah musnah. Tapi nyatanya tidak ada yang benar-benar dapat membuktikannya secara pasti."
"Lalu, bagaimana pendapat Anda, Ma'am?" Tanya Zeze dengan sorot mata menilai.
"Saya rasa, beberapa dari mereka yang berhasil selamat dari tipu muslihat bagian kanan..." Madam Thoryvos berhenti karena ragu.
"Aku ingin mendengarnya," tutur Zeze sungguh-sungguh.
Madam Thoryvos berdeham sebelum menjawab, "mengganti identitas mereka dan beberapanya ada yang menjadi keluarga bangsawan."
"Dan menurut Anda, siapa itu?" Zeze bertanya.
"Saya tidak tahu. Bisa jadi itu Baron, Earl, bahkan Marquess. Viscount tidak mungkin karena gelarnya tidak turun temurun dan setiap 5 tahun sekali selalu diganti. Sedangkan Duke, sejak dulu hanya ada 4 Duke di kerajaan ini. Yaitu Megaloan, Gahernam, Reiztain, dan Arthares."
Zeze menjatuhkan pandangannya ke meja, "jika benar mereka masih ada, pasti yang akan mereka pikirkan adalah membalas dendam. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Aplistia memang salah satu negara besar di dunia ini. Bahkan kekuatan militernya saja menempati peringkat satu di seluruh dunia..."
Selama Zeze berbicara, Madam Thoryvos terus menatap lekat Tuan Putri muda itu. Ia dapat menilai bahwa Zeze ini cerdas dan kritis.
"...tapi jika terjadi konflik dengan saudara sendiri, ini lebih parah dibanding harus melawan negara lain. Terlebih lagi jika kondisi di Aplistia ini terdengar oleh negara lain, bisa-bisa mereka mengambil kesempatan ini untuk menghancurkan Aplistia," lanjut Zeze penuh pertimbangan.
Madam Thoryvos mengangguk setuju.
"Jadi, Ma'am, Anda berada di pihak mana sekarang? Kanan atau kiri?"
Juni memang tahu bahwa Zeze ini gila, tapi ia tidak pernah mengira bahwa dia segila ini. Otaknya benar-benar bermasalah. Juni sama sekali tidak berani melihat bagaimana reaksi mereka. Apakah jadinya akan ada pertumpahan darah malam ini?
Jika benar, maka mungkin ini adalah hari tersialnya. Ia sudah cukup nyaman dengan Volta dan Luna. Mereka berdua tidak memandangnya sebelah mata seperti yang lainnya. Apakah sekarang ia diharuskan untuk mengambil nyawa kedua gadis itu?
Zeze membuka kotak berisi kokakia di atas meja. Ia mengambil satu dari 12 buah kue itu lalu menggigitnya sambil menikmati berbagai macam ekspresi dari orang-orang di sekitarnya.
"Kenapa? Apakah ada salah satu keluarga kalian yang pernah kami bunuh?"
Tak ada jawaban. Orang-orang itu masih menatapnya dengan mata kosong dan mulut menganga. Bagaimana bisa dia mengatakannya dengan sangat santai?
Hal yang sama juga dirasakan Obi, Juni, dan Rhea. Terlebih lagi Juni, gadis itu sudah ingin melempar Zeze keluar saat itu juga dan mengatakan bahwa Zeze itu mempunyai gangguan jiwa kepada mereka semua. Namun rasanya itu tidaklah mungkin.
Sementara Rhea, jantungnya berdegup cepat mewanti-wanti apa yang selanjutnya akan dilakukan adiknya ini. Walaupun ia tahu, Zeze tidak akan pernah melakukan apa pun yang akan membahayakan Énkavma, tapi situasi ini tidak dapat membohongi degup jantungnya yang kian menggebu.
Obi pun berpikiran sama dengan Rhea. Ia tumbuh besar bersama Zeze, jadi ia tahu lebih banyak tentangnya daripada kakak-kakaknya di Énkavma. Karena itulah jantungnya tidak segemuruh milik Rhea atau Juni. Obi mencoba untuk tetap duduk di sampingnya dengan tenang sembari mengamati sisi kiri wajah sahabatnya itu.
"Tidak ada kan?" Zeze menjawab pertanyaannya sendiri. "Tentu saja tidak ada. Dia tidak akan sebodoh itu untuk membiarkan para sampah penjilat berada di dekatnya." Kion sadar sarkasme itu diarahkan untuknya. Tapi ia hanya diam seperti tak menyadari apa pun.
"Pamanku..." tiba-tiba Airo berbicara dengan matanya yang kosong "Arwin Laktisma, kalian membunuhnya 2 tahun lalu."
Zeze menatapnya tenang, "apakah kau tahu apa yang dilakukannya?"
Airo masih menatapnya dengan pandangan kosong tanpa keinginan untuk menjawab.
"Tentu saja tidak," Zeze terkekeh, lalu melanjutkan kalimat yang berhasil membuat mata kosong Airo membelalak lebar. "Kau tahu kasus hilangnya para aktivis HAM? Dia yang melakukannya. Dia menculik para aktivis yang menentang kebijakan-kebijakannya.
"Mana mau media menyiarkan hal ini? Itu akan memperburuk citra keluargamu ya kan? Kau tahu apa yang kami temukan di ruang bawah tanahnya? Beratus-ratus tawanan dari para aktivis yang hampir mati berjejer di sana. Bahkan mereka buang air di tempat itu, tercampur dengan makanan mereka."
"Benar." Obi membenarkan. Tangannya terkepal kuat di atas pahanya mengingat pemandangan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
Zeze menoleh ke arah Obi, "ah, benar. Obi yang ikut ke sana. Jadi kau bisa menanyakan detailnya kepadanya, karena waktu itu aku tidak ikut."
Ia melanjutkan, "aku dan Alpha kalian membuat kesepakatan." Zeze memutus kalimatnya dengan menjejalkan kokakia sepenuhnya ke dalam mulutnya.
"Apa isi kesepakatan kalian?" Tanya Obi penasaran.
Zeze mengangkat tangannya, menyuruhnya menunggu selagi ia menelan kue itu. Ketika mulutnya telah kosong, Zeze menjawab, "membantunya merebut kembali Aplistia." Dan seperti dugaannya, Obi dan yang lainnya pasti terkejut bukan main.
"Balasannya bagiku adalah, dia akan mempermudah jalanku. Ah, dan tenang saja, kami tidak benar-benar bertunangan kok," tambah Zeze. Dan yang satu ini berpengaruh besar pada Luna.
"Ya, walaupun orang tua kami seenaknya mengatur-atur kami seperti boneka untuk kepentingan politik mereka. Tapi tidak masalah, tak ada satu pun dari kami yang menganggap ini serius. Jadi tenang saja. Begitu semua ini selesai, kami berempat akan menghilang dari kehidupan kalian, dan kabar baiknya, Alpha kalian mendapatkan apa yang dia inginkan. Setelah itu, tamat. Happy end."
Semuanya bungkam, berkutat dalam pikiran masing-masing. Kenyataan ini memang tidak mudah untuk mereka terima. Bayangkan saja, besar kemungkinan mereka akan melawan teman mereka sendiri.
"Ada tambahan?" Zeze bertanya kepada Kion. Sambil menunggu, ia mengikat rambutnya menjadi satu ke belakang.
Terjadi hening sesaat sebelum pangeran itu berbicara dengan nada penuh otoriter dan kewibawaan, "dengarkan, kalian yang membawa nama keluarga yang melayani keturunan Kronos."
Sontak, mereka semua bangkit dari sofa dan berlutut dengan satu kaki menghadap Kion.
Zeze, Obi, Juni, dan Rhea tidak menyangka mereka akan melakukan adegan ini. Mereka bangkit dan memilih mundur, membiarkan para anak bangsawan itu melakukan sumpah setia mereka terhadap Sang Alpha.
Dengan suara penuh ketegasan, Driko berbicara seperti telah terlatih melakukan ini sebelumnya, "Andrikos Deka Megaloan, putra kedua Duke Megaloan, menghadap Yang Mulia Kion Ropalo Zesto. Mewakili yang lainnya, siap mendengar perintah Anda."
Kepala mereka semua tertunduk, tak ada yang berani mengangkat kepala menatap Sang Pangeran Mahkota.
"Aku memberi kalian tugas. Jadikan aku sebagai Raja ke-20 Aplistia."
Tanpa ada keraguan, mereka serentak berkata "siap," dengan tegas dan mantap. Tak ada sedikit pun kegoyahan di hati mereka ketika menjawab titah Sang Alpha, seakan mereka telah lama menantikan ini semua.
"Angkat kepala kalian."
Dengan satu perintah itu, mereka semua mengangkat kepala, memandang penuh hormat dan kekaguman kepada sosok Alpha mereka.
"Kami berjanji bahwa kami tidak akan pernah mengecewakan Yang Mulia," ujar Froura serius.
"Jiwa dan raga kami sepenuhnya milik Yang Mulia," tambah Luna dengan mantap.
"Kami akan mengabulkan apa pun keinginan Yang Mulia." Saga berjanji dengan sungguh-sungguh.
"Kami akan setia melayani Yang Mulia walaupun tubuh kami hancur sekalipun," ungkap Volta dari lubuk hatinya yang paling dalam.
"Keinginan Anda adalah perintah bagi kami," sambung Airo.
Lengkaplah sudah upacara kesetiaan keenam orang itu. Di sisi lain, Zeze, Obi, Juni, dan Rhea dibuat mematung ketika melihat pemandangan menakjubkan di hadapan mereka.
Ternyata hubungan keenam orang itu terhadap Kion lebih kuat dari yang mereka duga. Walau memang tidak terlalu mengherankan. Para keluarga bangsawan pasti akan selalu setia kepada Raja mereka. Karena di dalam darah mereka juga mengalir keterikatan yang kuat terhadap para keturunan kerajaan Aplistia, yang menurut kepercayaan rakyatnya adalah keturunan Kronos, ayah para dewa.
Kion bangkit dari duduknya dan membuka jas kerajaannya. Dan seperti biasa, Froura langsung sigap berdiri dan menerima jas itu.
"Ayo bangun. Sudah larut, sebaiknya kalian kembali ke kamar masing-masing." Kion berjalan begitu saja melewati mereka.
"Dimengerti." Mereka menjawab serempak. Setelah Kion hilang dari balik tangga penghubung lantai satu dan dua, mereka pun beranjak berdiri.
========
Hari berlayar sebagaimana mestinya. Tak ada perubahan-perubahan semenjak kejadian itu yang mana membuat Juni menghela napas lega. Ia kira setelah malam itu akan terjadi pertumpahan darah dan suasana menjadi tegang, tapi ternyata tidak. Mereka benar-benar mengikuti perintah Alpha mereka.
Keesokan harinya, di hari pertama sekolah setelah liburan tahun baru, mereka tetap duduk di satu meja yang sama pada jam istirahat. Dan kali ini mereka akan mendiskusikan kejadian tadi malam.
"Kalian ingin memesan apa?" Tanya Juni kepada kesepuluh orang itu.
"Amygdalota dan lemon tea," jawab Volta antusias.
"Aku juga, tapi minumnya air saja," timpal Luna.
Froura mengangkat tangan. "Aku dan Saga, Moussaka."
"Souvlaki, yang pedas ya." Tambah Airo, menaik-turunkan kedua alisnya
"Aku kopi saja, jangan banyak-banyak gulanya," pesan Obi.
"Aku jus alpukat dan salad saja," ujar Rhea.
"Loukoumades dan thai tea original," kata Driko datar.
Juni mengangguk-angguk sambil menceklis pesanan mereka satu per satu di atas kaca meja yang telah terpampang LED dengan tampilan menu makanan. Jarinya bahkan tidak perlu benar-benar menyentuh layar karena dilengkapi dengan high quality censor. Semua meja di kantin memiliki sistem ini, dan karena Juni duduk paling tengah, jadi dirinyalah yang memesan.
Juni menoleh ke arah Kion, "bagaimana dengan Tuan Pangeran?" Tanyanya. Gaya bicaranya sama sekali tidak kaku.
Kion hanya menggeleng tanpa mengalihkan matanya dari buku.
"Aku semuanya," celetuk Zeze.
Juni mendelik ke arahnya, "pesan sendiri!" Sergahnya dan langsung pergi mencuci tangan di wastafel dekat dinding.
"Sepertinya dia masih marah kepadamu," kata Driko.
Zeze yang duduk di hadapannya hanya mengangkat bahu tidak peduli, "biarkan saja, nanti juga dingin sendiri."
"Jadi, bagaimana?" Satu pertanyaan Rhea berhasil mengundang semua mata memandangnya. Bahkan Kion pun bersedia menutup bukunya.
"Menurut perkiraanku, mungkin saja mereka itu para Bagian Kanan." Airo berpendapat.
"Apa itu 'Bagian Kanan'?" Tanya Zeze, tidak mengerti.
"Jadi begini," Driko berdeham seraya memajukan duduknya.
Obi bersiul sehingga membuat Driko terkekeh kecil. "Oke," Driko memulai. "Di dalam keluarga keturunan kerajaan yang berbeda-beda itu..." ia berhenti dan menatap Zeze dengan serius, "kau sudah tahu kan?"
Zeze mengangguk. Ia membayangkan nama-nama keluarga kerajaan Aplistia di dalam kepalanya. Zesto, Enochlei, Ankhatia, Asteri, Edafos, Haedos, Algarius, Aposto, Qiseidon, dan yang terakhir Zilevo. Semuanya berjumlah sepuluh. Untung saja ia masih ingat karena selalu dicecar oleh Madam Thoryvos.
"Mungkin tidak banyak yang menyinggung ini, tapi hal ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan para bangsawan. Di Aplistia terdapat 3 kubu yaitu kubu kanan, kiri, dan tengah." Driko menyapukan matanya ke setiap wajah yang menatapnya dengan serius.
"Kubu kanan adalah mereka yang berada pada faksi bangsawan, atau yang pro terhadap para bangsawan. Enochlei adalah keluarga kerajaan yang berdiri di kubu kanan. Keluarga ini adalah perdana menteri turun temurun Kerajaan Aplistia. Sampai akhirnya ayah Kion, Yang Mulia Raja Gen Naios Zesto, membubarkan sistem kerajaan ini 10 tahun yang lalu.
"Sampai saat itu, beberapa keluarga kerajaan ikut mengambil jalan kanan ini. Contohnya: Edafos, Algarius, dan Aposto.
"Sementara untuk yang kubu kiri, tentunya adalah faksi yang pro terhadap raja resmi mereka, keluarga Zesto. Nah, yang berada di kubu ini adalah: Asteri, Haedos, Qiseidon, dan Zilevo.
"Dan kubu tengah adalah keluarga kerajaan yang sama sekali tidak ingin ikut campur terhadap urusan kedua belah kubu. Tentunya kau sudah tahu kan siapa itu?" Driko bertanya dan Zeze mengangguk. Driko telah mengucapkan sembilan keluarga kerajaan, maka tersisa satu lagi.
"Ankhatia sama sekali tidak memihak kedua belah kubu ini. Bahkan selama berpuluh-puluh tahun sebelumnya, Ankhatia hanya sebagai pengamat yang mengawasi perang saudara antara kedua belah kubu tanpa ada niatan untuk ikut campur.
"Tapi itu semua terbantahkan saat Yang Mulia Ratu Mionares Dean Ankhatia menikah dengan Yang Mulia Raja. Hal itu membuktikan untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Ankhatia memihak salah satu kubu itu."
"Memangnya di dalam Ankhatia, belum pernah ada keturunan dari anggota keluarga lain?" Tanya Zeze.
Driko berdecak, "kau ini bagaimana!? Bukannya kau ini seorang Ankhatia?"
Zeze mengangkat bahu, "aku saja baru mengetahui hal-hal tentang kerajaan ini dari Madam Thoryvos."
Driko mendengus, "oke, dengarkan. Ankhatia dari dulu selalu turun-menurun melakukan pernikahan inter."
Mata Zeze terbelalak, "incest?" Gumamnya kaget. "Kau tahu kan, pernikahan sedarah itu tidak baik bagi keturunan karena dapat menimbulkan kecacatan dan kerusakan di bagian tertentu..."
"Ya mungkin itulah mengapa ibumu tidak waras, Ze," sambar Juni yang baru kembali duduk.
Zeze mengangguk, "mungkin itu salah satunya."
Yang lainnya tercengang. Bagaimana bisa bahkan anaknya sendiri menghina Putri Vourtsa yang terkenal itu.
"Dan itulah masalahnya," timpal Obi, "anaknya pun menjadi aneh seperti alien."
Zeze melayangkan pandangan sengit ke arahnya. Ia mencoba tenang lalu berkata, "sebenarnya aku sudah tahu bahwa seorang anggota kerajaan pasti hanya memiliki dua kemungkinan, menikah dengan anggota kerajaan lain atau dengan bangsawan tingkat tinggi seperti Duke atau Marquess. Tapi untuk melakukannya dengan seorang keturunan Marquess terbilang jarang. Kecuali jika pihak keluarga kerajaan tersebut telah menyetujui."
Tentu saja ia tahu, hal itulah yang membuatnya terpisah dari cinta pertamanya. Dan mengingat itu langsung membuatnya murung. Tapi ia cepat-cepat memperbaiki ekspresinya. Akhirnya sekarang ia mengerti alasan mengapa Silian selalu memanggilnya darah kotor.
"Lanjutkan, Dri." Rhea meminta.
Driko berdeham, "ya... begitulah akhirnya. Sebenarnya para kedua kubu selalu waswas terhadap pergerakan Ankhatia. Karena yang bergerak diam-diam tanpa tercium itulah yang paling berbahaya. Dan juga, ada yang berpendapat bahwa Ankhatia adalah pihak ketiga yang merancang perselisihan antara kedua belah kubu dari balik layar.
"Sampai akhirnya, karena sekarang Ankhatia memihak kubu kiri... ya, kalian tahu sendiri bagaimana jadinya. Kubu kanan tentu saja kalang kabut. Dan pertunangan Roze dan Kion adalah hal bagus untuk tambah memanasi mereka.
"Hal ini berlaku juga untuk para bangsawan. Walaupun tidak terlalu terlihat, pastinya mereka juga telah memilih kubu masing-masing untuk mereka ikuti. Dan di setiap keluarga bangsawan pasti ada satu atau lebih keluarga kerajaan yang mereka beri sumpah setia. Ada yang menunjukkannya terang-terangan, ada yang tidak.
"Sebagai contoh untuk yang menunjukkannya secara terang-terangan adalah keluarga kami."
Zeze melihat mereka satu per satu. Kemudian matanya berhenti di wajah Driko dengan tatapan seperti memintanya untuk melanjutkan.
Driko pun mengerti dan berkomentar, "untuk yang sembunyi-sembunyi, mereka itu adalah orang paling plin-plan yang tak punya pendirian. Mereka takut menunjukkan di pihak mana mereka berdiri."
"Justru yang seperti itulah yang berbahaya," timpal Rhea. "Mereka mencoba menarik kepercayaan dari kedua belah kubu yang sedang berselisih agar mendapat keuntungan."
"Ya, contohnya seperti Earl Mavros," Juni menyambar dengan entengnya sehingga mengundang setiap pasang mata menatapnya.
"Apa? Itu kenyataan. Jadi, Tuan Pangeran tidak perlu pusing-pusing mendengarkan mulut palsu mereka. Kalau perlu, aku rela jika kalian membasmi mereka sekarang juga. Aku dapat membeberkan tindak pidana yang mereka lakukan seperti korupsi dan sebagainya..."
"Benar-benar anak yang berbakti." Luna menggeleng, pura-pura kagum. Dari sini dapat dilihat betapa Juni membenci keluarganya.
"Kita kembali ke topik awal," Zeze menginterupsi. "Jadi maksudmu yang berniat membunuhku adalah mereka, para kubu kanan?"
"Mungkin saja. Sebenarnya, percobaan pembunuhan sering kali terjadi saat kami sedang menghadiri suatu acara. Contohnya seperti racun dan sebagainya. Tapi tentu saja tidak terang-terangan, dan untung saja tidak ada yang berhasil," jawab Driko.
Zeze mengangguk paham sembari menyandarkan punggungnya ke kepala kursi. Sepertinya selain sebagai Artemis, sebagai Rozeale Ankhatia pun hidupnya juga tidak akan tenang.
"Sebenarnya, masih terdapat 2 keluarga keturunan kerajaan lagi yang belum Driko sebutkan," ujar Volta tiba-tiba, sehingga sekarang gilirannyalah yang mendapatkan perhatian semua orang di meja itu.
Namun suasana serius itu harus terganggu oleh kehadiran pelayan yang membawa pesanan mereka masing-masing.
========
"...tapi, apakah Yang Mulia tahu?" Madam Thoryvos berhenti sejenak ketika melihat Zeze sedang membuat balon dengan permen karet di mulutnya.
"Tuan Putri Rozeale Ankhatia."
Zeze melihat ke arahnya dengan perasaan dongkol. Ia paling tidak suka jika seseorang memanggil nama lengkapnya.
"Yang Mulia... tolonglah? Hanya tinggal 1 jam lagi." Madam Thoryvos sepertinya sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menghadapi Tuan Putri satu ini.
"Baiklah, baiklah." Zeze mengambil selembar tisu di pinggir meja dan melepehkan permen karetnya di sana.
"Selesai, sekarang Anda dapat melanjutkan." Zeze menyeringai lebar. Madam Thoryvos yang melihatnya hanya bisa mendesah pasrah.
"Baiklah, apakah Anda tahu bahwa keluarga keturunan kerajaan itu ternyata ada dua belas?"
'Ah, ternyata ini.' Zeze tersenyum penuh arti dan menumpu dagunya dengan telapak tangan.
"Pada awalnya, anggota keluarga keturunan kerajaan Aplistia berjumlah dua belas. Dua yang lain yaitu Velosa dan Westafo."
Ini yang kemarin dijelaskan Volta. Kedua keluarga itu sekarang telah hilang karena tidak ada lagi keturunannya yang tersisa. Tidak ada yang pernah tahu penyebabnya.
Tapi Tunggu... tidak ada? Bagaimana dengan wanita di hadapannya ini? Dia adalah salah satu ahli sejarah terhebat di Aplistia. Bukan hanya sejarah kerajaan ini yang dia ketahui, tapi juga dunia.
"Ma'am, apa Anda tahu kenapa mereka bisa menghilang?" Untuk pertama kalinya, Zeze berpartisipasi dalam pelajaran ini, sehingga mau tak mau Madam Thoryvos agak terkejut.
Alis Zeze bertaut, 'apa-apaan reaksinya itu?'
Madam Thoryvos berdeham, "sebenarnya, di kerajaan ini terdapat tiga kubu-"
"Kanan, kiri dan tengah," potong Zeze tidak sabar. "Aku sudah tahu itu semua."
Madam Thoryvos mengangguk puas, "Velosa dan Westafo, keduanya mengambil kubu kiri. Tapi karena mereka berdua membangkang saat masa pemerintahan Raja ke-13, Raja Edwand Gaia Zesto, para kubu kiri mengasingkan mereka.
"Tapi nyatanya, ketika para kubu kanan yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Laselo Q. Enochlei, mengajak untuk bersekutu, mereka tetap tidak mau.
"Mereka juga tidak mengambil jalan tengah seperti Ankhatia. Dan jadilah mereka terombang-ambing. Kubu kiri sudah tak ingin mengakui mereka, berarti sudah tak ada lagi yang melindungi mereka.
"Kubu kanan mengambil kesempatan itu untuk menghancurkan mereka. Karena seperti yang Anda tahu, dalam suatu persaingan, akan lebih mudah jika lawannya semakin sedikit.
"Akhirnya satu per satu keturunan mereka ada yang dinyatakan bersalah atas beberapa tindak pidana, seperti korupsi, kudeta, dan hal sebagainya, yang kebanyakan tuduhan tersebut tanpa bukti yang kuat. Yang Mulia Raja juga tidak turun tangan membantu mereka karena mereka sudah tidak ada campur tangannya lagi dengan beliau.
"Dan akhirnya aset mereka pun habis tanpa sisa. Mereka juga telah mati di hati para rakyat. Karena melihat Raja Edwand tidak melakukan apa-apa tentang masalah ini, para rakyat berasumsi bahwa mereka memang benar bersalah.
"Seperti yang Anda tahu, Rakyat Aplistia sangat setia terhadap para anggota kerajaan terutama keluarga Zesto, keluarga yang turun-menurun selalu menjadi Raja Aplistia."
"Tapi tidak mungkin mereka menghilang begitu saja," timpal Zeze. "Terlalu ada yang janggal."
Mata tajam Madam Thoryvos membulat. Ia kaget ternyata pikiran Zeze telah sampai sana. "Benar. Mungkin sejarah mencatat bahwa Velosa dan Westafo telah musnah. Tapi nyatanya tidak ada yang benar-benar dapat membuktikannya secara pasti."
"Lalu, bagaimana pendapat Anda, Ma'am?" Tanya Zeze dengan sorot mata menilai.
"Saya rasa, beberapa dari mereka yang berhasil selamat dari tipu muslihat bagian kanan..." Madam Thoryvos berhenti karena ragu.
"Aku ingin mendengarnya," tutur Zeze sungguh-sungguh.
Madam Thoryvos berdeham sebelum menjawab, "mengganti identitas mereka dan beberapanya ada yang menjadi keluarga bangsawan."
"Dan menurut Anda, siapa itu?" Zeze bertanya.
"Saya tidak tahu. Bisa jadi itu Baron, Earl, bahkan Marquess. Viscount tidak mungkin karena gelarnya tidak turun temurun dan setiap 5 tahun sekali selalu diganti. Sedangkan Duke, sejak dulu hanya ada 4 Duke di kerajaan ini. Yaitu Megaloan, Gahernam, Reiztain, dan Arthares."
Zeze menjatuhkan pandangannya ke meja, "jika benar mereka masih ada, pasti yang akan mereka pikirkan adalah membalas dendam. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Aplistia memang salah satu negara besar di dunia ini. Bahkan kekuatan militernya saja menempati peringkat satu di seluruh dunia..."
Selama Zeze berbicara, Madam Thoryvos terus menatap lekat Tuan Putri muda itu. Ia dapat menilai bahwa Zeze ini cerdas dan kritis.
"...tapi jika terjadi konflik dengan saudara sendiri, ini lebih parah dibanding harus melawan negara lain. Terlebih lagi jika kondisi di Aplistia ini terdengar oleh negara lain, bisa-bisa mereka mengambil kesempatan ini untuk menghancurkan Aplistia," lanjut Zeze penuh pertimbangan.
Madam Thoryvos mengangguk setuju.
"Jadi, Ma'am, Anda berada di pihak mana sekarang? Kanan atau kiri?"